Minggu, 25 Januari 2015

MAKALAH AKHLAK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Akhlak merupakan salah satu bahasan dalam mata kuliah Akhlak Tasauf. Selain itu juga, akhlak sangat dibutuhkan saat ini. Zaman yang semakin gemerlap, ditambah lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang cepat, membuat manusia semakin hidup dinamis. Dengan kemajuan teknologi bisa berbahaya di tangan orang yang secara mental dan keyakinan agama belum siap menerima hal tersebut.[1]
Namun disisi lain tidak mungkin kita mengubur dan menghentikan teknologi dan berbagai perkembangnnya serta masih ada orang yang mampu menggunakannya pada tempat yang semestinya. Orang-orang tersebut ialah orang yang memiliki jiwa dan hati yang bersih, yang tercermin dalam akhlak mereka. Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa hal yang masih kurang dalam diri manusia saat ini ialah akhlak yang membawa kepada kebaikan atau akhlakul karimah.
Dari pentingnya kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia, maka penting untuk kita mengkajinya. Diantara kajian yang pertama ialah tentang akhlak itu sendiri. Apa pengertiannya dari segi etimologis maupun terminologis, bagaimana akhlak dipandang sebagai ilmu, ruang lingkup pembahasannya serta urgensi kita mempelajarinya sehingga kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, maka pemakalah dapat merumuskan beberapa pokok bahasan pada makalah ini, yaitu:
1.      PENGERTIAN AKHLAK
2.      AKHLAK SEBAGAI ILMU
3.      RUANG LINGKUP ILMU AKHLAK
4.      URGENSI MEMPELAJARI ILMU AKHLAK











BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN AKHLAK
Ada dua cara atau pendekatan yang lazim digunakan dalam memberikan sebuah pengertian yaitu dari sudut linguistik, etimology, atau kebahasaan dan dari sudut terminology atau peristilahan.[2]
Dari sudut kebahasaan atau etimology kata akhlak berasal dari kata bahasa Arab jama’ dari bentuk mufrodnya yaitu خلق yang berarti budi pekerti, tingkah laku, perangai atau tabiat.[3] Ada juga yang mengatakan isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa-yukhliku-ikhlaqan.[4] Namun pendapat di atas ditolak karena isim mashdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq tapi ikhlaq sehingga timbul pendapat secara etimologi kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim gairu mustaq.[5]
Kata akhlaq atau khuluq dapat dijumpai pemakaiannya dalam Al-Qur’an atau Hadits seperti:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”[6]
Jiga dalam hadits:
اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الترميذي)
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang sempurna budi pekertinya” (HR Tirmidzi)
Jelaslah bahwa arti dari kata khuluq (خلق) ialah budi pekerti. Sedangkan Ahmad Amin membedakan antara budi dan akhlak. Menurutnya budi ialah sifat jiwa yang tidak terlihat, sedangkan akhlak ialah sifat yang terlihat yang berupa kelakuan atau muamalah.[7]
Sedangkan secara terminology, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda. Berikut beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli, sebagai berikut:
1.      Ibnu Maskawaiah (w. 421 H/1030 M) dikenal sebagai ahli di bidang akhlak terkemuka mengatakan:
حَالٌ لِلنَّفْسِ دَاعِيَةٌ لَهَا اِلَى اَفْعَالِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ وَلَارُوِيَةٍ
Artinya: “sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”
2.      Imam Al-Gazali (1059-1111 M) yang  dikenal dengan Hujjatul Islam mengatakan dalm kitab Ihya’ulumuddin:
اَلْخُلُقُ عِبَارَةٌ عَنْ هَيْثَةٍ فِي النَّفْسِ رَاسِخَةٌ عَنْهَا تَصْدُرُ الْاَفْعَالُ بِسُهُوْلَةٍ وَيُسْرٍ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ اِلَى فِكْرٍ وَرُؤْيَةٍ
Artinya: “Akhlaq ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu)”[8]
3.      Ibrahim Anis dalam Mu’jam al-Wasith mengatakan
حَالٌ لِلنَّفْسِ رَاسِخَةٌ تَصْدُرُ عَنْهَا اَلْاَعْمَالُ مِنْ خَيْرٍ اَوْ شَرٍّ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ اِلىَ فِكْرٍ وَ رُؤْيَةٍ
Artinya: “Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”[9]
4.      Abdul Hamid Yunus dalam Dairatul Ma’arif mengatakan
هِيَ صِفَاتُ اَلْاِنْسَانِ اَلْاَدَبِيَّةُ
Artinya: “Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik”
5.      Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan
عرف بعضهم الخلق بانه عادة الارادة يعنى ان الارادة اذا اعتادت شيىئا فعادتها هي المسماة بالحلق
Artinya: “Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Yaitu bila kehendak itu membiasakan sesuatu, kebiasaan itu disebut akhlak[10] 
Dari uraian diatas, tampak semua definisi yang diberikan para ahli saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa di ekspresikan dengan tindakan-tindakan yang dibiasakan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan serta dilakukan tanpa terpaksa.
B.     AKHLAK SEBAGAI ILMU
Pentingnya akhlak membuat pengkajian tentangnya berkembang sehingga memunculkan ahli-ahli tersendiri serta kitab-kitab yang khusus membahas tentang akhlak membuat pembahasan tentang akhlak menjadi disiplin ilmu tersendiri dan lazim disebut Akhlak Tasawuf atau Ilmu Akhlak.
Dalam memberikan definisi ilmu akhlak, terdapat beberapa pendapat. Diantaranya ialah:
1.      Di dalam buku Encyclopedia Britanica, dijelaskan bahwa pengertian ilmu akhlak itu identik dengan definisi Etics atau etika yaitu: “Ethics is the systematic study of the nature of value concepts, “good, bad, ought, right, wrong, etc” and of the general principles which justify us in applying them to anything; also called “Moral Philosophy”. Artinya, ilmu akhlak ialah studi yang sistematis tentang tabiat dari pengertian-pengertian nilai “baik, buruk, seharusnya, benar, salah” dan sebagainya dan tentang prinsip-prinsip yang umum yang membenarkan kita dalam mempergunakannya terhadap sesuatu; hal ini disebut juga “filsafat moral”[11].
2.      Ja’ad Maulana memberikan pengertian sebagai ilmu yang menyelidiki perjalanan hidup manusia di muka bumi ini dan mempergunakan sebagai norma atau ukuran untuk mempertimbangkan perbuatan, perkataan dan hal ihwal manusia dalam hidup mereka serta menjelaskan bagi mereka, bagaimana kewajiban dalam hidup, bukan bagaimana mereka hidup. Juga ilmu yang menyelidiki gerak jiwa manusia, apa yang dibiasakan mereka dari perbuatan dan perkataan serta menyingkap hakikat baik dan buruk.[12]
3.      Abdul Hamid Yunus  dalam Da’iratul Ma’rif menegaskan:
اَلْعِلْمُ بِلْفَضَائِلِ وَ كَيْفِيَةِ اِقْتِنَائِهَا لِتَتَحَلىَّ النَّفْسُ بِهَا وَبِالرَّذَائِلِ وَ كَيْفِيَةِ تَوْقِيْهَا لِتَخَلىَّ عَنْهَا
Artinya: “Ilmu tentang keutamaan-keutamaan  dan cara mengikutinya hingga terisis dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya”.[13]
4.      Disebutkan juga bahwa ilmu akhlak ialah ilmu untuk menetapkan ukuran segala perbuatan manusia. Baik atau buruknya, benar atau salahnya, sah atau batal, semua itu ditetapkan dengan mempergunakan ilmu akhlak sebagai petunjuknya.[14]
Dari beberapa definisi diatas, tampak satu sama lainnya saling mendukung dan melengkapi. Maka kita dapat menyimpulkan ilmu akhlak ialah ilmu yang menyelidiki baik buruknya suatu perbuatan manusia dengan berdasarkan akal pikiran dan agama.
C.     RUANG LINGKUP ILMU AKHLAK
Para ahli di bidang ilmu akhlak memberikan ruang lingkup ilmu ini. Ahmad Amin mengatakan bahwa pembahasan ilmu akhlak ialah perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik buruknya.[15] Selanjutnya Al-Gazali menandaskan bahwa kawasan pembahasan ilmu akhlak ialah seluruh aspek kehidupan manusia baik sebagai individu maupun kelompok.[16]
Jika kita memperhatikan kembali definisi dari ilmu akhlak, kita akan mendapati beberapa hal yang menjadi pembahasan ilmu akhlak yaitu perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar tanpa paksaan dan merupakan isi dari jiwa yang sudah lazim dilakukannya serta ditentukan baik buruknya. Maka salah satu dasar dinilai baik buruk dari suatu perbuatan manusia ialah kesadaran dan kemauan dari si pelaku.
Pada dasarnya ilmu akhlak mengkaji perbuatan-perbuatan manusia, baik secara individu maupun kelompok, kepada sesama manusia maupun alam, yang dilakukan dengan sadar, tidak pura-pura dan tanpa paksaan untuk selanjutnya ditentukan perbuatan tersebut bernilai baik atau buruk.


D.    URGNSI MEMPELAJARI ILMU AKHLAK
Mempelajari ilmu akhlak bukanlah suatu yang sia-sia. Banyak manfaat yang dapat kita dapatkan dari mempelajarinya. Diantara manfaat mempelajari ilmu akhlak ialah:
1.      Meningkatkan Derajat Manusia[17]
Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini tentu memiliki keistimewaan yang telah diberikan Tuhan. Diantaranya ialah akal dan nafsu. Dalam membawa dua anugrah ini dibutuhkan pengetahuan akhlak sehingga kita bisa membawanya dan mempergunakannya dengan bijak. Jika kita sudah bisa menggunakan akal dan nafsu pada tempatnya, maka kita akan mendapatkan derajat yang mulia.
2.      Menuntun Kepada Kebaikan
Dengan mempelajari ilmu akhlak, maka kita mengetahui sebab-sebab sutau perbuatan dikatakan baik dan buruk sehingga lebih mudah menentukan dan terdorong melaksanakan hal yang baik serta meninggalkan hal yang buruk.
3.      Sebagai Sarana Pembersihan Diri
Ilmu akhlak berguna secara efektif dalam upaya membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Melalui akhlak kita bisa membersihkan sisi rohani kita.[18]
4.      Manifestasi Kesempurnaan Iman
Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan akhlak yang dengan sendirinya dapat menjadikan pelakunya orang yang mulia baik di masyarakat maupun di sisi Tuhan.
5.      Mewujudkan Masyarakat Yang Sejahtra
Dengan mempelajari ilmu akhlak, kita bisa mengamalkannya pada msayarakat. Jika suatu masyarakat memiliki akhlak yang buruk maka masyarakat tersebut akan berantakan dan tak harmonis. Sedangkan jika suatu masyarakat memiliki akhlak yang baik maka masyarakat tersebut akan mendapatkan kehidupan yang harmonis dan sejahtera.
6.      Dan sebagainya.








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari sudut kebahasaan atau etimology kata akhlak berasal dari kata bahasa Arab jama’ dari bentuk mufrodnya yaitu خلق yang berarti budi pekerti, tingkah laku, perangai atau tabiat  sedangkan secara istilah atau terminology ialah sifat yang tertanam dalam jiwa di ekspresikan dengan tindakan-tindakan yang dibiasakan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan serta dilakukan tanpa terpaksa.
Sedangkan jika dipandang sebagai ilmu akhlak ialah ilmu yang menyelidiki baik buruknya suatu perbuatan manusia dengan berdasarkan akal pikiran dan agama.
Pada dasarnya ilmu akhlak mengkaji perbuatan-perbuatan manusia, baik secara individu maupun kelompok, kepada sesama manusia maupun alam, yang dilakukan dengan sadar, tidak pura-pura dan tanpa paksaan untuk selanjutnya ditentukan perbuatan tersebut bernilai baik atau buruk.
Diantara manfaat mempelajari ilmu akhlak ialah: Meningkatkan Derajat Manusia, Menuntun Kepada Kebaikan, Sebagai Sarana Pembersihan Diri, Manifestasi Kesempurnaan Iman, Mewujudkan Masyarakat Yang Sejahtra dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA
AL-QUR’AN AL-KARIM
Nata, H Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000
 Mustofa, H. A, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008
Amin, Ahmad,  Etika (Ilmu Akhlahq), diterjemahkan oleh K.H. Farid Ma’ruf, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995
Sinaga, Hsanuddin  dan  Zahrudin AR, Pengantar Studi Akhlak Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2004



[1] Drs. H Abudin Nata, M.A, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000) hlm.285.
[2] Ibid, h.1
[3] Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008) hlm.11
[4] Abudin Nata, Akhlak…,1.
[5] Ibid, h.2
[6] Al-Qur’an, Surat Al-Qalam (68): 4
[7] Prof. Dr. Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlahq) (terjemah) (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995) hlm.63
[8] Hsanuddin Sinaga, S. Ag., M.A dan Drs. Zahrudin AR, M. M.Si. Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2004) hlm.4. Bandingkan dengan Abudin Nata, Akhlak …,4.
[9] Abuddin Nata, Akhlak…,4
[10] Hasanudin Sinaga dan Zahrudin, Pengantar…,4.
[11] Ibid,6
[12] Ibid.
[13] Abuddin Nata, Akhlak…,8
[14] Hasanuddin Sinaga dan zahruddin, Pengantar…,7
[15] Abuddin Nata, Akhlak…,9
[16] Ibid,10
[17] H. A Mustofa, Akhlak…,31
[18] Abuddin Nata, Akhlak…,15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar